• Senin, 25 September 2023

Picu Konflik, Muhammadiyah Desak Pemerintah Cabut Proyek Rempang Eco-City

- Rabu, 13 September 2023 | 10:52 WIB
Mengapa warga Rempang Batam bergolak.
Mengapa warga Rempang Batam bergolak.

PARADIGMA.CO.ID- Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) & Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengecam kebijakan publik pemerintah untuk menggusur masyarakat Pulau Rempang, Kepulauan Riau demi kepentingan industri swasta.

Ketua LHKP dan MHH PP Muhammadiyah, Dr. phil. Ridho Al-Hamdi, MA menilai pola pelaksanaan kebijakan yang tanpa konsultasi dan menggunakan kekuatan kepolisian dan TNI secara berlebihan bahkan terlihat brutal, pada 7 September 2023 merupakan suatu yang sangat memalukan.

"Pemerintah terlihat ambisius membangun proyek bisnis dengan cara mengusir masyarakat yang telah lama hidup di Pulau Rempang, jauh sebelum Indonesia didirikan," kata Ridho Al-Hamdi dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/9/2023).

Baca Juga: Dilantik Jadi PAW DPR, Wisnu Wijaya Siap Melayani Rakyat

Menurutnya, LHKP dan MHH PP Muhammadiyah juga menilai pernyataan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD yang menyatakan bahwa “tanah di Pulau Rempang itu belum pernah digarap” sangat keliru. Sebab faktanya, masyarakat di sana telah ada sejak tahun 1834.

"Menko Polhukam nampak jelas posisinya membela kepentingan investor swasta dan menutup mata pada kepentingan publik, termasuk sejarah sosial budaya masyarakat setempat yang telah lama dan hidup di pulau tersebut," tegasnya.

Ditegaskannya, bahwa pemukiman dan warga tercatat telah ada sejak 1834, tempat tinggal dan pemukiman itulah yang saat ini terancam digusur. Hal tersebut bermula sejak 2001, Pemerintah Kota Batam datang ke Jakarta untuk mengajukan pengembangan Kawasan Rempang berdasarkan Perda Kota Batam Nomor 17 Tahun 2001 tentang Kepariwisataan Kota Batam.

Mereka mengundang pengusaha nasional dan investor dari Malaysia serta Singapura, dengan PT MEG (Grup Artha Graha milik Tommy Winata) dipilih untuk mengelola dan mengembangkan kawasan tersebut selama 30 tahun, yang dapat diperpanjang hingga 80 tahun.

2007 proyek ini diketahui masyarakat secara luas dan mendapatkan penolakan. Pada Juli 2023, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan Xinyi Group dari Cina untuk investasi sebesar 11,5 Miliar USD dalam pembangunan pabrik kaca dan solar panel di Pulau Rempang, sebagai bagian dari konsep Rempang Eco-City. Meskipun proyek ini memiliki potensi besar untuk menarik investasi hingga Rp. 318 Triliun hingga 2080, rencana ini menyebabkan warga tergusur, termasuk permukiman warga asli dan 16 kampung tua yang telah ada sejak 1834.

"Proyek Rempang Eco-city merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang sangat bermasalah. Pasalnya payung hukumnya baru disahkan pada tanggal 28 Agustus 2023, melalui Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2023 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional," ujarnya.

Proyek ini tidak pernah dikonsultasikan secara bermakna kepada masyarakat Rempang yang akan terdampak. Hampir dalam setiap Pembangunan PSN di Indonesia, pemerintah selalu melakukan mobilisasi aparat secara berlebihan yang berhadapan dengan masyarakat. Lebih jauh, dalam PSN, pengadaan tanahnya terindikasi kerap merampas tanah masyarakat yang tidak pernah diberikan hak atas tanah oleh pemerintah.

Selain itu, LHKP dan MHH menilai penggusuran di Pulau Rempang ini menunjukkan kegagalan pemerintah menjalankan mandat konstitusi Indonesia. Dalam UUD 1945 disebutkan, tujuan pendirian negara adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.

Selain itu, negara gagal menjalankan Pasal 33 yang menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Sebaliknya, melalui penggusuran paksa itu, negara mempertontonkan keberpihakan nyata kepada investor yang bernafsu menguasai Pulau Rempang untuk kepentingan bisnis mereka berupa Proyek Eco-city seluas 17.000 hektar.

Karena itu, LHKP dan MHH Pimpinan Pusat Muhammadiyah berdiri bersama berbagai elemen gerakan masyarakat sipil di Indonesia yang sudah turut bersolidaritas menyatakan sikap:

Halaman:

Editor: Dedi Ermansyah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

KPK Periksa Eks Menteri BUMN Dahlan Iskan, Kasus Apa?

Kamis, 14 September 2023 | 17:05 WIB

Black September dan Dirampasnya Nyawa Munir di Udara

Selasa, 12 September 2023 | 10:17 WIB
X