• Senin, 25 September 2023

Proyek Rempang Eco-City: Benarkah Hukum Tertinggi Adalah Keselamatan Rakyat?

- Jumat, 15 September 2023 | 10:37 WIB
Masyarakat Rempang Batam, menolak relokasi akibat pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco-City
Masyarakat Rempang Batam, menolak relokasi akibat pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Eco-City

Penulis: Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum

PARADIGMA.CO.ID- Para pembaca mungkin tidak asing dengan Marcus Tullius Cicero. Dialah yang pertama kali berdalil tentang Ubi Societas Ibi Ius (Di mana ada masyarakat di situ ada hukum). Ada satu lagi dalil yang terkenal bahkan akhir-akhir ini "disesorahkan" di mana-mana, yakni dia pernah berujar: “salus populi suprema lex esto” yang artinya keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi.

Jika dalil tersebut dihubungkan dengan konsep negara modern, maka sebuah keniscayaan jika negara dengan organ-organ yang dimiliki, mempunyai peran melalui tugas dan fungsinya masing-masing untuk menciptakan keamanan, ketertiban dan mengusahakan kesejahteraan serta kemakmuran rakyat. Melalui upaya ini berarti adalah benar jika KESELAMATAN dan kemakmuran rakyat merupakan tujuan utama bernegara.

Tujuan nasional bangsa Indonesia mendirikan negara telah termaktub dalam Alinea ke 4 Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia NRI 1945 yakni “membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

Tujuan nasional tersebut seharusnya menjadi visi setiap kegiatan pemerintah negara. Pertanyaan yang perlu kita ajukan adalah betulkah pada tataran implementasi atau secara realitas asas “salus populi suprema lex esto” telah sepenuhnya direalisasikan?

Fakta bicara lain: "salus populi suprema lex esto" just a myth that lie daily. Misalnya terkait dengan isu utama sekarang tentang pengadaan tanah untuk investasi di wilayah Batam, khususnya di Rempang.

Proyek Rempang Eco-City merupakan kawasan industri, perdagangan, hingga wisata terintegrasi yang ditujukan untuk mendorong daya saing dengan Singapura dan Malaysia. Proyek tersebut akan digarap oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) dengan target investasi mencapai Rp 381 triliun pada 2080.

Terlepas dari konflik yang terjadi, ternyata Pulau Rempang yang memiliki luas sekitar 17.000 hektare bakal dikembangkan menjadi kawasan pengembangan terintegrasi untuk industri, jasa/komersial, agro-pariwisata, residensial, dan energi baru dan terbarukan (EBT). Pengembangan tersebut masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) bernama Rempang Eco-City.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Kamis (13/4/2023), pengembangan kawasan tersebut dilakukan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG), anak perusahaan Grup Artha Graha milik Tomy Winata.

Proyek ini memiliki nilai investasi jumbo sebesar Rp381 triliun yang terus dikucurkan sampai dengan 2080 dan ditargetkan dapat menyerap 306.000 orang tenaga kerja.

Proyek pengembangan Pulau Rempang diyakini akan memberikan keuntungan bagi negara dari sisi realisasi investasi, dan juga BP Batam selaku pemegang hak pengelolaan lahan di pulau tersebut dari sisi pemasukan pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Namun, ada fakta lain, bahwa ternyata sejak pembangunan dimulai pada tahun lalu (2022) oleh pemilik konsesi, konflik antara warga dengan pemilik konsesi atas lahan seluas kurang lebih 17.000 ha itu sering terjadi.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD telah menjelaskan duduk perkara konflik pembebasan lahan di Pulau Rempang, Batam. Dia memastikan tindakan yang dilakukan di Pulau Rempang bukan penggusuran, tetapi pengosongan lahan, karena hak atas tanah itu telah diberikan oleh negara kepada entitas perusahaan sejak 2001 dan 2002. Ada investasi ratusan triliun yang disiapkan di Pulau Rempang.

Sebelum investor masuk, tanah ini belum digarap dan tidak pernah ditengok. Pada 2004 dan seterusnya menyusul dengan beberapa keputusan, hak atas penggunaan tanah itu diberikan kepada pihak lain untuk ditempati. Situasi menjadi rumit ketika investor mulai masuk ke Pulau Rempang pada 2022. Ketika pemegang hak datang ke sana, ternyata tanahnya sudah ditempati.

Halaman:

Editor: Dedi Ermansyah

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Melayu Rempang Korban Proyek Strategis Nasional

Jumat, 15 September 2023 | 12:05 WIB

Kemana Keadilan?

Senin, 11 September 2023 | 21:32 WIB

BNPT Hadir Untuk Umat

Sabtu, 9 September 2023 | 14:07 WIB

KPK untuk kpk?

Rabu, 6 September 2023 | 10:47 WIB

Duet Pemersatu Bangsa

Senin, 4 September 2023 | 08:24 WIB

Susahnya Negarawan Yang Masih Berpolitik

Senin, 4 September 2023 | 07:54 WIB

Anies tidak Berkhianat, Anies Menuju Kemenangan

Jumat, 1 September 2023 | 21:30 WIB

Cawapres Diserahkan Ke Anies Baswedan

Jumat, 1 September 2023 | 12:13 WIB

Surya Paloh dan Anies Bukan Pengkhianat

Jumat, 1 September 2023 | 08:52 WIB

Mindset Prabowo Berubah

Kamis, 31 Agustus 2023 | 11:51 WIB

Visi Anies dan Kampus, Lawan Ketidakadilan

Rabu, 30 Agustus 2023 | 20:57 WIB
X